Ekonomi

Selamat Datang Semoga Bermanfaat

Minggu, 16 Oktober 2011

Rekonsiliasi Fiskal

TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

1 Pengertian PPh Badan

PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima
badan usaha yang bertempat kedudukan Indonesia. Besarnya PPh yang
terutang bergantung pada jumlah besarnya laba sebelum pajak. Laba sebelum
pajak dapat diketahui secara akurat jika pembukuan yang dilakukan
oleh WP telah sesuai dengan ketentuan prinsip akuntansi
berlaku umum dan
UU Perpajakan.

2. Pembukuan sebagai Dasar Penghitungan Pajak

Pembukuan sebagai dasar penghitungan pajak menurut UU No.7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
UU No. 36 Tahun 2008, dalam pasal 16 menyebutkan bahwa salah satu cara
untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak adalah:
Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya dan beban seperti yang di-maksud
pada pasal 4 ayat (1), pasal 6 dan pasal 9, dan untuk bentuk usaha tetap (BUT)
disebutkan pada pasal 5 ayat (2) dan ayat (3).
Pasal ini secara tegas menyatakan bahwa dasar yang dapat digunakan untuk
memperoleh besaran laba kena pajak (penghasilan kena pajak) adalah dengan
cara penghasilan bruto dikurangi dengan biaya dan beban, cara demikian ini
tidak lain adalah pembukuan. Dalam pembukuan ini informasi yang
terpenting untuk menghitung PPh yang terutang yaitu penghasilan dan
biaya. Proses mat-ching antara penghasilan dengan biaya terrefleksikan dalam
Laporan Perhitung-an Laba-Rugi Badan Usaha.

3. Klasifikasi Penghasilan dan Biaya

1. Penghasilan di dalam perpajakan dapat dibedakan menjadi 3
    kelompok, yaitu :
a. Penghasilan, Obyek Pajak Penghasilan
b. Penghasilan, bukan Obyek Pajak Penghasilan
c. Penghasilan Kena Pajak secara Final

2. Sedangkan biaya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya
b. Pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya

4. Penghasilan Badan Usaha (Pasal 4 UU PPh)

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dalam konteks wajib pajak badan, maka berikut ini termasuk
Pengertian penghasilan meliputi :
1. Laba Usaha
2. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta,
3. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
                sebagai biaya
4. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
                pengembalian utang
5. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden
                dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
                sisa hasil usaha koperasi
6. Royalty
7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
8. Keuntungan karena pembebasan utang,
9. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing,
10. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva,
11. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
                 dikenakan pajak.

5. Penghasilan Kena Pajak Secara Final

1. Bunga Deposito/ Tabungan, Diskonto SBI
2. Hadiah, Undian
3. Bunga Simpanan Anggota Koperasi
4. Penjualan Saham Pendiri (di luar Bursa Efek)
5. Penjualan Saham milik Perusahaan Modal Ventura
6. Penyalur, Dealer, Agen dari Produk Pertamina dan Premix
7. Penyalur, Grosir dari Terigu, Gula Pasir, Rokok
8. Penghasilan lain dari Usaha di bidang Pelayaran dan Penerbangan
                Luar Negeri

6. Penghasilan bukan Obyek Pajak

1. Bantuan atau sumbangan, dan harta hibahan yang diterima
2. Warisan
3. Harta setoran tunai sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
4. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
    terbatas dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
               bertempat kedudukan di Indonesia
5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan
               komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham
6. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
7. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
               dari perusahaan pasangannya

7. Pengeluaran Yang Dapat Dibebankan Sebagai Biaya

Biaya adalah pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung dengan
usaha atau kegiatan usaha dalam rangka untuk memperoleh, mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan. Karena penghasilan ada yang
dikelom-pokkan sebagai penghasilan bukan obyek pajak, maka penghasilan
yang dimaksudkan dikurangi biaya ini adalah penghasilan yang merupakan
bambang kesit, 2010 halaman 3 dari 10
perpajakan, prodi akuntansi-feuii
obyek pajak, dan pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran
atau selama manfaat dari pengeluaran tersebut. Berikut pengeluaranpengeluaran
yang diperkenankan mengurangi penghasilan bruto, meliputi :
1. Biaya untuk mendapatkan/memperoleh, menagih dan memelihara
                penghasilan
2. Penyusutan
3. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
                digunakan dalam perusahaan
4. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
5. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
                Indonesia
6. Biaya Bea-Siswa, magang dan pelatihan

8. Pengeluaran Yang Tidak Diperkenankan Mengurangi Penghasilan Bruto

Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau
tidak dapat dibebankan sebagai biaya adalah pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan
obyek pajak, atau pengeluaran tidak dilakukan tidak dalam batas-batas
kewajaran sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Berikut
pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperkenankan mengurangi
penghasilan bruto:
1. Pembagian Laba dalam bentuk apapun.
2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
                saham, sekutu/anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali untuk bank,
                leasing dengan hak opsi, usaha pertambangan, dan asuransi
4. Premi asuransi yang dibayar oleh WP Orang Pribadi, kecuali dibayar
                pemberi kerja
5. Pemberian dalam bentuk natura
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak
                yang punya hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan
7. Harta yang dihibahkan, bantuan/sumbangan dan warisan
8. PPh
9. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi yang menjadi
                tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma dan CV
                  yang modalnya tidak terbagi atas saham
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda di bidang perpajakan

9. Penghitungan Laba Fiskal

1. Pengertian

Laba Fiskal adalah laba yang dihitung berdasarkan ketentuan dan
pera-turan undang-undang perpajakan. Laba fiskal ini juga dikenal
sebagai la-ba kena pajak atau penghasilan kena pajak. Laba kena pajak
ini diguna-kan untuk menghitung pajak penghasilan yang terutang.
bambang kesit, 2010 halaman 4 dari 10
perpajakan, prodi akuntansi-feuii

2. Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal bertujuan untuk menyesuaikan laba komersial (yaitu
laba yang dihitung menurut Prinsip Akuntansi Berlaku Umum)
dengan ketentuan-ketentuan perpajakan sehingga diperoleh laba
fiskal. Laporan Perhi-tungan Laba-Rugi yang dibuat perusahaan
merupakan laporan keuangan yang disusun berdasarkan Prinsip
Akuntansi Berlaku Umum. Oleh karena itu agar dapat menghitung
besarnya pajak penghasilan yang terutang, perusahaan harus
melakukan penyesuaian laporan perhitungan rugi-la-banya tersebut
agar sesuai dengan ketentuan dan peraturan undang-undang
perpajakan. Langkah penyesuaian ini dilakukan dengan cara mencari
pos-pos rekening yang berbeda perlakuan antara prinsip akun-tansi
berlaku umum dengan ketentuan peraturan undang-undang perpajakan.
Pos-pos rekening ini yang perlu dilakukan koreksi fiskal.

3. Timbulnya Koreksi Fiskal

Hal-hal yang menimbulkan perbedaan antara Prinsip Akuntansi
Berlaku Umum dengan UU Perpajakan antara lain :
a. Perbedaan Konsep Penghasilan
   Contoh:
               (1) Deviden yang diterima oleh PT, Yayasan, Koperasi,
                    BUMN/BUMD,
               (2) Sisa Cadangan Kerugian Piutang bagi Bank, Leasing dan
                    Asuransi
b. Perbedaan Cara Pengukuran Penghasilan
    Contoh :
                Penjualan diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada pembeli
    tidak melihat apakah ada hubungan istimewa atau tidak.
c. Perbedaan Konsep Biaya
                Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah semua
    pengorbanan ekonomis dalam rangka memperoleh barang dan
    jasa. Tidak terbatas hanya biaya untuk mendapatakan, menagih
   dan memelihara penghasilan saja. Singkatnya, biaya menurut pajak
   adalah pengeluaran-pengeluaran yang ada kaitan langsung dengan
   perolehan penghasilan

d. Perbedaan Cara Pengukuran Biaya
              Sama dengan cara pengukuran penghasilan, jika ada transaksi yang
    tidak wajar karena hubungan istimewa maka transaksi tersebut
    harus dikoreksi.

e. Perbedaan Cara Pembebanan atau Alokasi Biaya
   Contoh :
              (1) Penyusutan, hanya metode Garis Lurus dan Saldo Menurun
                   dengan tarif yang telah ditentukan.
              (2) Pengakuan Kerugian Piutang hanya menggunakan metode
                    langsung
              (3) Penilaian Persediaan hanya menggunakan metode rata-rata dan
                    FIFO

f. Adanya penghasilan yang kena pajak penghasilan secara final.
             Penghasilan yang dikenakan pajak secara final berarti telah
   diperhitungkan pajak penghasilannya sehingga tidak perlu
   diperhitungkan lagi dalam menghitung pajak penghasilan di akhir
   tahun maka harus dikeluarkan dari laporan perhitungan laba-rugi

4. Jenis Koreksi Fiskal

    a. Koreksi Fiskal Positif
        Koreksi Fiskal Positif (FKP) adalah koreksi fiskal yang menambah
        besarnya laba kena pajak.
    b. Koreksi Fiskal Negatif
        Koreksi Fiskal Negatif (FKN) adalah koreksi fiskal yang
        mengurangi laba kena pajak

5. Kertas Kerja Rekonsiliasi Fiskal

    No Nama Koreksi Fiskal
    Rekening
    Lap.Keu.Komersial Positif Negatis
    Lap.Keu.Fiskal

6. Contoh Kasus

PT. MICHELIN Tbk (Terbuka) yang berdiri 1 Januari 2005 berusaha di
bidang pertenunan. Berikut ini laporan laba-rugi yang berakhir 31
Desember 2009 :
PT. MICHELIN Tbk (Terbuka)
Laporan Perhitungan Laba-rugi
per 31 Desember 2009

Penjualan                                                                               Rp. 765.300.000,00
HPP                                                                                     (Rp. 450.000.000,00)
Laba Kotor                                                                            Rp. 315.300.000,00
Total Biaya Usaha                                                                 (Rp. 212.900.000,00)
Laba Sebelum Pajak                                                              Rp. 102.400.000,00
Pajak Penghasilan                                                                 (Rp    13.220.000,00)
Laba Setelah Pajak                                                                Rp    89.180.000,00

Total Biaya Usaha tersebut terdiri dari :
a. Gaji karyawan                                  Rp. 120.000.000,00
b. Penyusutan mesin                             Rp.   10.000.000,00
c. Penyusutan gedung                           Rp.   25.000.000,00
d. Penyusutan tanah                             Rp.      2.000.000,00
e. Biaya pengeluaran saham                  Rp.        500.000,00
f. Premi asuransi kebakaran                  Rp.        200.000,00
g. Sumbangan korban Merapi               Rp.        100.000,00
h. Piutang ragu- ragu                             Rp.        500.000,00
i. Cadangan umum                                Rp.   20.000.000,00
j. Deviden yang dibayar                        Rp.   30.000.000,00
k. PPh Pasal 25 yang dibayar               Rp.     4.600.000,00
Total Biaya Usaha                                             Rp. 212.900.000                                                                                                                                    

Informasi Tambahan:
1) Dalam jumlah gaji karyawan sebesar Rp. 120.000.000,00 termasuk
    juga pengeluaran pribadi direktur utama sebesar Rp. 150.000,00
    sebulan untuk biaya sopir dan iuran asuransi kecelakaan dan
    kematian karyawan Rp. 10.000.000,00 dan beras yang dibagikan
    kepada karyawan Rp. 2.000.000,00
2) Hasil stock opname ditemukan nilai persediaan akhir lebih tinggi
    Rp 50.000.000,00 dari nilai yang dilaporkan dalam laporan rugilaba.
3) Harga perolehan mesin adalah Rp. 50.000.000,00 dan disusutkan
    setahun 20% (metode saldo menurun), mesin tersebut memiliki
    masa manfaat 4 tahun
4) Gedung dengan harga perolehan Rp. 250.000.000,00 disusutkan
     sebesar 10% setahun (metode garis lurus)
5) Tanah disusutkan 2% setahun (metode garis lurus)
6) Piutang ragu-ragu dihapuskan karena yang bersangkutan ternyata
     telah mening-galkan Indonesia untuk selamanya tanpa diketahui
     alamatnya
7) Cadangan umum adalah penyisihan laba untuk tujuan umum
    (merupakan pem-bentukan cadangan).

Diminta : Buatlah laporan rekonsiliasi fiskal, dan hitunglah PPh 
yang masih harus dibayar.
(a) Buatlah kertas kerja koreksi untuk menghitung laba-rugi fiskal PT.
     MICHELIN Tbk per 31 Desember 2009!
(b) Tentukan besarnya PPh yang terutang dan PPh yang masih harus
     dibayar oleh PT. MICHELIN Tbk untuk masa pajak 2009!
7. Penyelesaian
    Penjelasan :
    a. Dalam jumlah gaji karyawan sebesar Rp. 120.000.000,00 termasuk juga
        pengeluaran pribadi direktur utama sebesar Rp. 150.000,00 sebulan
        untuk biaya sopir dan iuran asuransi kecelakaan dan kematian
        karyawan Rp. 10.000.000,00 dan beras yang dibagikan kepada
        karyawan Rp. 2.000.000,00
        Analisis :
Karena Rp 150.000,00 merupakan pengeluaran pribadi, maka tidak boleh
dikurangkan terhadap penghasilan bruto perusahaan,sehingga dalam satu
tahun (Rp 150.000,00 X 12 bln) jumlahnya Rp 1.800.000,00. Demikian pula
untuk iuran asuransi kecelakaan dan kematian karyawan yang dibayar oleh
karyawan Rp 10.000.000,00 juga tidak boleh dikurangkan terhadap
penghasilan bruto perusahaan. Adapun beras yang dibagikan kepada
karyawan termasuk natura sehingga tdk boleh dikurangkan terhadap
penghasilan bruto perusahaan. Total koreksi sejumlah Rp 13.800.000,00
harus dikoreksi fiscal positif karena koreksi ini mengakibatkan laba kena
pajaknya meningkat.

b. Hasil stock opname ditemukan nilai persediaan akhir lebih tinggi
    Rp 50.000.000,00 dari nilai yang ada dalam laporan rugi-laba.
Analisis :
Stock opname merupakan cara penghitungan persediaan akhir secara fisik
atau secara langsung. Nilai persediaan akhir ini berpengaruh pada nilai harga
pokok penjualan. Jika hasil stock opname ditemukan nilai persediaan akhir
lebih tinggi Rp 50.000.000,00 dari nilai yang dilaporkan dalam laporan rugilaba,
maka nilai persediaan akhir tersebut perlu dikoreksi agar sesuai dengan
nilai persediaan akhir sesungguhnya. Akibatnya harga pokok penjualan juga
perlu dikoreksi, jika nilai perse-diaan akhir naik sebesar Rp 50.000.000,00,
maka harga pokok penjualan-nya akan turun Rp 50.000.000,00. Turunnya
harga pokok penjualan ini berakibat naiknya laba kotor atau laba kena pajak,
maka koreksi sebesar Rp 50.000.000,00 ini disebut koreksi fiscal positif.

c. Harga perolehan mesin adalah Rp. 50.000.000,00 dan disusutkan
setahun 20% (metode saldo menurun), mesin tersebut memiliki masa
manfaat 4 tahun.
Analisis :
Penyusutan merupakan cara penghitungan manfaat ekonomis dinikmati atau
terpakai selama satu tahun. Nilai penyusutan ini akan mempengaruhi nilai
ekonomis dari mesin tersebut. Peraturan Perpajakan menetapkan bahwa tarif
penyusutan untuk harta tetap yang disusutkan dengan metode saldo
menurun sebesar 50% dari harga perolehannnya. Dengan demikian, wajib
pajak dalam melakukan penyusutan harta tetapnya ini kurang 30%, sehingga
besarnya penyusutan mesin ini perlu ditambah atau dikoreksi sebesar 30%
dari harga perolehannya yaitu 30% X Rp 50.000.000 atau Rp 15.000.000,00.
Karena adanya penambahan biaya penyusutan ini, biaya penyusutannya
menjadi lebih besar atau naik sebesar Rp 15.000.000,00. Hal ini menjadikan
turunnya laba kena pajak sebesar Rp 15.000.000,00 juga maka koreksi
fiskalnya disebut koreksi fiskal negatif.

d. Gedung dengan harga perolehan Rp. 250.000.000,00 disusutkan
sebesar 10% setahun (metode garis lurus)
Analisis :
Peraturan Perpajakan mengklasifikasikan bangunan menjadi bangunan
permanen dan bangunan tidak permanen. Besarnya tarif penyusutan untuk
bangunan permanen sebesar 5% dan bangunan tidak permanen sebesar 10%
dari harga perolehannya. Karena gedung merupakan bangunan permanen,
maka tarifnya 5% X Rp 250.000.000,00, sehingga besarnya penyusutan
bukan Rp 25.000.000,00 tetapi Rp 12.500.000,00. Oleh karena itu biaya
penyusutan gedung perlu dikoreksi menjadi Rp 12.500.000,00, atau biayanya
turun Rp 12.500.000,00. Turunnya biaya penyusutan ini berakibat naiknya
laba kotor atau laba kena pajak, maka koreksi sebesar Rp 12.500.000,00 ini
disebut koreksi fiskal positif.

e. Tanah disusutkan 2% setahun (metode garis lurus)
Analisis :
Tanah, dalam UU Perpajakan tidak boleh disusutkan, kecuali tanah yang
digunakan produksi, misal untuk pembuatan batu bata, genting, gerabah dan
sejenisnya. Tidak berlaku jika tanah yang digunakan untuk memproduksi
batu-bata, genting dan sejenisnya tersebut dari hasil membeli. Dengan
demikian, penyusutan atas tanah ini harus dikoreksi atau harus dikeluarkan
dari cara penghitungan laba kena pajak. Akibat koreksi terhadap biaya
penyusutan tanah ini, maka laba kena pajaknya akan naik sebesar
penghapusan biaya penyusutan tanah tersebut, maka koreksi fiscal ata biaya
penyusutan tanah sebesar Rp 2.000.000,00 ini disebut koreksi fiscal positif.

f. Piutang ragu-ragu dihapuskan karena yang bersangkutan ternyata
telah meninggalkan Indonesia untuk selamanya tanpa diketahui
alamatnya
Analisis :
Metode penghapusan piutang, dalam akuntansi ada 2 (dua) yaitu metode
indirect (tidak langsung) dan metode direct (langsung). Metode Indirect,
penghapusan piutang menggunakan cara taksiran terhadap piutang yang
telah melebihi waktu tagihannya. Semakin lama umur tagihan piutang maka
dimungkinkan semakin kecil tingkat tertagihnya. Piutang yang tidak
dimungkinkan ditagih dianggap sebagai Kerugian Piutang, sehingga cara ini
dikenal sebagai metode Cadangan Kerugian Piutang. Adapun metode direct,
penghapusan piutang jika benar-benar telah tidak dapat ditagih secara riil,
tidak berdasar taksiran. UU Perpajakan menggunakan metode langsung ini,
untuk menghapuskan piutang yang tidak tertagih. Pada kasus ini, maka
piutang ragu-ragu ini dapat diklasifikasikan sebagai piutang yang tidak dapat
ditagih secara riil, sehingga telah sesuai dengan aturan perpajakan dan dapat
diperlakukan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung laba kena
pajak. Dengan demikian dalam hal ini tidak terjadi koreksi fiskal.
 
g. Cadangan umum adalah penyisihan laba untuk tujuan umum
(merupakan pem-bentukan cadangan).
Analisis :
Segala macam dan jenis pembentukan cadangan tidak diperkenankan dalam
perpajakan maka cadangan umum ini harus dikoreksi atau dikeluarkan dari
unsur pengurang penghasilan. Karena cadangan sifatnya mengurangi laba
kena pajak maka adanya koreksi terhadap cadangan umum ini maka laba kena
pajak menjadi bertambah maka koreksinya disebut koreksi fiskal positif.

h. Sumbangan korban merapi
Analisis :
Segala macam dan jenis sumbangan tidak diperkenankan dalam perpajakan
kecuali sumbangan yang diatur secara resmi oleh Pemerintah melalui peraturan
pemerintah misal sumbangan GNOT, PMI dan sejenisnya. Sumbangan
korban merapi ini tidak dapat dikategorikan dalam jenis ini, maka harus
dikoreksi atau dikeluarkan dari unsur pengurang penghasilan ( mengurangi
laba kena pajak), sehingga adanya koreksi terhadap sumbangan korban merapi
ini, laba kena pajak menjadi ber-tambah maka koreksinya disebut koreksi fiskal
positif.

i. Deviden yang dibayar
Analisis :
Segala macam pembayaran deviden dalam perpajakan tidak diperkenakan
mengurangi penghasilan bruto dalam menghitung laba kena pajak, sehingga
perlu dilakukan koreksi. Akibatnya laba kena pajak akan bertambah, maka
koreksinya disebut koreksi fiskal positif.

j. PPh Pasal 25
Analisis :
Segala macam dan jenis pajak penghasilan serta sanksi perpajakannya tidak
diperkenankan mengurangi penghasilan bruto dalam menghitung laba kena
pajak maka adanya koreksi terhadap pajak penghasilan pasal 25 (PPh Pasal
25) ini laba kena pajak menjadi bertambah sehingga koreksinya disebut
koreksi fiskal positif.

                     KERTAS KERJA REKONSILIASI FISKAL
                                            PT.BROTHERS
No   Keterangan                 LK.Komersial     KFP              KFN                     LK.Fiskal

1   Penghasilan Usaha
2   Penjualan                       765,300,000                                                               765,300,000
3   HPP                               (450,000,000)      50,000,000                                     (400,000,000)
4   Laba Kotor                    315,300,000       50,000,000                                       365,300,000
5   Pengeluaran Usaha
6   Gaji Karyawan             (120,000,000)      13,800,000                                     (106,200,000)
7   Peny.Mesin                   (10,000,000)                                (15,000,000)           (25,000,000)
8   Peny.Gedung                 (25,000,000)      12,500,000                                       (12,500,000)
9   Peny.Tanah                      (2,000,000)                                                                  2,000,000 -
10 B.Penerbitan Saham          (500,000)                                                                   ( 500,000)
11 Premi Ass.Kebakaran       (200,000)                                                                    ( 200,000)
12 Sumbangan                         (100,000)                                                                     100,000 -
13 Piutang Ragu-ragu             (500,000)                                                                   (500,000)
14 Cad.Umum                      (20,000,000)                                                                20.000,000 -
15 Deviden yg dibayar       (30,000,000)                                                                30,000,000 -
16 PPh yg dibayar                 (4,600,000)                                                                  4,600,000 -
17 Total P.Usaha                (212,900,000)      83,000,000      (15,000,000)          (144,900,000)
18 Laba Sblm Pajak             102,400,000      133,000,000      (15,000,000)           220,400,000



Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang :
28% X Rp 220.400.000,00 = Rp 61.712.000,00
Rp 61.712.000,00
PPh Pasal 25 yang dibayar (Rp 4.600.000,00)
PPh yang masih harus dibayar Rp 57.112.000,00

3 komentar:

  1. mas, saya punya soal gimana cara jurnal akuntansi leasing hak opsi dan koreksi fiskalnya.
    syaifullah@yahoo.com

    BalasHapus
  2. Nice info bro, boleh liat artikel saya juga ya PENGERTIAN KOREKSI FISKAL

    BalasHapus
  3. No Deposit Bonus Casinos in India 2021
    A no deposit bonus, หารายได้เสริม in which 1xbet the money 예스 벳 will 해외야구 be returned to your bank account at a specified time. The deposit bonus can 바카라사이트 also be used for

    BalasHapus